JagatBerita.com- Kamis 19 Agustus 2021 bertepatan dengan 10 Muharram 1443 Hijriyah. Memperingati 10 Muharram tersebut, umat Islam dianjurkan untuk berpuasa. Selain berpuasa terdapat satu tradisi dalam peringatan hari besar tersebut, yaitu pembuatan bubur Asyura. Dilansir dari Wikipedia Bubur Asyura adalah makanan khas daerah Desa Penyengat, Riau. Bahan utamanya adalah biji-bijian yang dimasak dengan cara dibuat bubur.
Bubur ini tentu saja dibuat pada bulan Asyura atau bulan Muharam tepat pada tanggal 10 Muharam. Sebelum menyantap Bubur Asyura, warga Desa Penyengat melakukan pawai. Para wanita akan menggunakan baju kurung Melayu atau ada pula yang menggunakan kebaya labuh (panjang), satu stel dengan padanannya kerudung dan jilbab. Sedangkan para pria akan mengenakan baju kurung Teluk Belanga, cekak musang atau baju muslim (baju koko) dengan padanan celana panjang yang serasi warnanya atau baju kurung satu stel lengkap dengan songket. Pembuatan bubur Asyura ini bukan merupakan suatu ibadah ritual syar’i umat Islam pada umumnya, tetapi hanya budaya masyarakat setempat.
Hingga saat ini tradisi pembuatan bubur Asyura tidak hanya dilakukan oleh masyarakat melayu Riau, melainkan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Seperti di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah umat Islam menyempatkan membuat makanan spesial ini sebagai budaya tahunan. Bubur Asyura yang dibuat di daerah ini mencampurkan 41 jenis bahan. Bahan tersebut biasanya terdiri dari aneka macam sayuran, kacang-kacangan, sampai daging. Jumlah 41 bahan ini harus dicukupi karena sudah jadi tradisi.

Menurut warga salah satu ciri khas bubur Asyura di Banjar yaitu dengan menambahkan ceker ayam, kepala ayam, dan juga daging ke dalam bubur. Menurut Masniah (46) warga komplek Herlina Perkasa, Jalan Kemiri 3, RT 68, Kelurahan Sungai Andai, Banjarmasin Utara yang dilansir dari klikkalsel.com, bahan lain yang mencirikan bubur Asyura dari banjar adalah dengan menambahkan kangkung, jagung manis, wortel, kentang, kacang panjang, tahu, tempe dan beberapa bahan lainnya.
Tradisi pembuatan bubur Asyura berkaitan dengan peristiwa perang Badar yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Saat perang usai, jumlah prajurit Islam menjadi lebih banyak, sehingga salah satu sahabat Nabi mencoba untuk memasak bubur sebagai sumber makanan. Namun sayangnya makanan tersebut tidak cukup, sehingga Nabi Muhammad memerintahkan para sahabatnya untuk mengumpulkan bahan apa saja yang tersedia untuk kemudian dicampurkan ke bubur tersebut agar jumlahnya cukup dan bisa didistribusikan pada semua prajurit.
Peristiwa tersebut menjadi sejarah beranekaragamnya campuran bubur Asyura. Peristiwa lain yang bertepatan dengan peringatan 10 Muharram adalah peristiwa bersejarah umat islam yaitu Perang di Karbala ketika Husain, cucu Nabi Muhammad, terbunuh.
Di masa pandemi saat ini pelaksanaan tradisi pembuatan bubur Asyura tentu saja di selenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Kembali dilansir dari klikkalsel.com, ketua RT 68, Mulyadi (49) mengatakan pemasakan bubur Asyura pada tahun ini dilaksanakan pada 4 titik dengan 4 kelompok agar tidak terjadi kerumunan. Persiapan membuat bubur asyura dilakukan selama tiga hari, hari pertama khusus mengumpulkan uang warga, kemudian hari kedua menyiapkan bumbu masakan kemudian pada hari ketiga baru proses memasak dilakukan.
Suasana pandemi yang sangat mengkhawatirkan tidak menyurutkan semangat warga untuk berbagi dan berbuat kebaikan. Antusias tidak hanya datang dari kaum ibu, tampak juga kaum bapak yang membantu proses pemasakan tersebut. Bahan bubur yang dikumpulkan dari swadaya masyarakat selanjutnya akan dibagikan kepada masyarakat kembali.